Namanya Bonita. Ia cuma sepotong kepala yang diletakkan di atas meja. Jangan membayangkan potongan kepala yang berdarah-darah, sama sekali tidak sesadis itu.
Ngetiknya aja aku ngeri.
Bonita muncul setidaknya tiga kali di Pameran Pembangunan Jambi (PPJ), event rutin tahunan untuk memeriahkan HUT Republik Indonesia. Pameran berlangsung 10 hari sampai 2 pekan. Mirip pasar malam, tapi lebih meriah lagi karena diramaikan dengan aneka pertunjukan dan pameran oleh instansi pemerintah maupun swasta. PPJ merupakan bagian terindah dari masa kanak-kanakku.
Untuk melihat Bonita, pengunjung harus membeli karcis terlebih dahulu. Setelah selembar karcis didapat, bersabarlah dengan antrean panjang memasuki ruang di mana Bonita berada.
Karcisnya tidak mahal, tapi aku lupa berapa tepatnya. Yang jelas masih terjangkau di uang jajanku, meski harus menabung beberapa hari dulu. Tapi aku gak punya pengalaman menabung, seingatku kalau mau ya tinggal minta.
Bukan karena kami orang kaya, tapi karena aku bungsu dari 7 bersaudara. Mamak Bapak jarang menolak permintaanku, kakak-kakak pun begitu. Tapi kebiasaan ini tidak akan kuturunkan ke anakku. Banyak efek negatifnya.